Pembelajaran online telah menjadi salah satu komponen penting yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan. Tingkat penggunaan pembelajaran online meningkat drastis setelah wabah pandemi mengharuskan pembelajaran tatap muka dihentikan sementara. Berbagai lembaga pendidikan akhirnya terpaksa berpindah ke pembelajaran online. Tahun ajaran baru sudah di mulai dari beberapa minggu yang lalu hampir untuk semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Untuk semester Ganjil 2021/2022 ini, pelaksanaan pembelajaran bersifat dinamis mengacu kepada kondisi di masing-masing wilayah serta keputusan pemerintah pusat melalui SKB empat mentri yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur mekanisme pembelajaran di daerah masing-masing dengan tetap mengikuti beberapa standar sebagai pertimbangan pengambilan keputusan. Sehingga untuk tahun ajaran ini berapa wilayah sudah dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka muka secara terbatas dan sebagian lainnya masih harus melaksnakan pembelajaran jarak jauh.Merespon keadaan ini, lembaga pendidikan (sekolah/perguruan tinggi) benar-benar dituntut untuk kembali berjibaku, memberikan layanan yang berkualitas di tengah kondisi ini. Salah satu model yang dapat diterapkan oleh lembaga pendidikan dan juga ditawarkan oleh kementrian pendidikan adalah dengan penerapan model pembelajaran campuran atau dikenal dengan blended learning. Model pembelajaran ini belakangan menjadi populer di lingkungan pendidikan. Blended learning merupakan model pembelajaran yang memadukan antara pertemuan tatap muka dan pembelajaran virtual melalui integrasi teknologi (Garison and Randy, 2008).
Sepintas terlihat penawaran model pembelajaran ini adalah sebuah hal yang menarik. Bagaimana tidak? Ini adalah salah satu cara yang dipandang efektif untuk mengatasi permasalahan yang tengah kita hadapi bersama. Dan memang secara teoritis, model pembelajaran ini dapat menjadi salah satu solusi yang tepat untuk permasalahan dunia pendidikan saat ini dimana dengan penerapannya memberikan kesempatan agar proses belajar mengajar tetap dapat berlangsung ditengah pandemi. Namun di sisi lain, pada praktiknya, tentunya pelaksanaan pembelajaran ini tidak bisa dimplementasikan secara adakadabra. Seperti komponen pembelajaran lainnya, penerapan sebuah model pembelajaran membutuhkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelumnya. Jika diterapkan begitu saja, maka yang akan terasa justru sebaliknya, proses pembelajaran yang melelahkan, menyusahkan, dan akhirnya ditinggalkan.
Sayangnya pandemi kemudian datang tanpa terduga. Semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan di tuntut harus berubah cara, beradaptasi dengan kondisi yang ada. Secara terpaksa jalur pembelajaran harus berubah dari offline ke pembelajaran virtual. Suka tidak suka pertemuan tatap muka harus ditiadakan. Dan sayangnya lagi, sebagian besar dunia pendidikan kita belum siap untuk langsung merespon dan bertransformasi dengan cepat. Walaupun teknologi sudah sangat melekat pada kehidupan sehari-hari, sepertinya tersedianya berbagai platform aplikasi yang mempermudah kehidupan manusia seperti aplikasi transportasi online, reservasi online, ataupun belanja online, namun implementasinya dalam dunia pendidikan khususnya proses pembelajaran tidak sepopuler aspek-aspek tersebut. Bahkan jika kita ingat bersama, ketika terjadi perubahan kurikulum 2013 yang menghilangkan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai sebuah mata pelajaran di sekolah juga didasari karena teknologi dapat diimplementasikan ke semua subyek pembelajaran. Dan berbagai teori serta penelitian menemukan bahwa penting untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran. Namun implementasi tersebut dengan berbagai kondisi dan tantangan di lapangan, belum banyak terlaksana secara maksimal. Sehingga ketika pembelajaran terpaksa harus berubah kita belum siap untuk itu. Bebrepa waktu pembelajaran full daring berjalan, ibarat seleksi alam, ada yang mampu bertahan dan tidak sedikit yang kewalahan. Berbagai berita dampak buruk dari perubahan ini pun mulai mencuat dimana-mana, baik dari sisi pendidik, peserta didik ataupun orang tua. Mulai dari adanya learning loss, frustasi, angka putus sekolah, hingga isu kekerasan anak di rumah. Tidak sedikit pihak yang menginginkan lembaga pendidikan kembali di buka.
Hingga akhirnya, pemerintah merespon melalui Surat Keputusan Bersama 4 mentri yang mengizinkan pembelajaran tatap muka diatur sedemikan oleh masing-masing pemerintah daerah dengan protokol kesehatan yang ketat. Dan kemudian, menyarankan pembelajaran dilaksanakan dengan sistem blended.
Memang, di satu sisi, segala dampak buruk tersebut dapat kita pahami sebagai akibat pembelajaran yang tiba-tiba berubah. Namun tentunya tidak membiarkan kondisi tersebut terus terjadi. Setelah melewati beberapa waktu tentunya sudah banyak pengalaman yang diperoleh. Sudah lebih banyak waktu untuk mempersiapkan pembelajaran di tengah pandemi. Karena kita tidak bisa terus menunggu kondisi segera pulih dan berharap pembelajaran bisa kembali seperti masa sebelumnya. Sudah seharusnya kita belajar dari pengalaman dan memaksimalkan segala usaha, mengoptimalkan segala potensi dan tetap memberikan layanan pendidikan yang berkualitas. Pembeljaran harus tetap berjalan, salah satu alternatifnya melaksanakan pembelajaran hybrid/blended.
Pada dasarnya, blended learning dapat diterapkan di semua jenjang pendidikan, dengan cara dan mekanisme yang berbeda. Hal yang sangat tidak bijak tentunya, jika mengimplementasikan model pembelajaran dengan cara yang sama untuk jenjang dan tingkat pendidikan yang berbeda. Untuk itu, setidaknya pelaksanaan model ini harus diterapkan dengan tiga tahap, perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan. Sebelum menerapkan blended learning pendidik dapat melakukan beberapa analisis terlebih dahulu. Beberapa di antaranya adalah: pertama analisis peserta didik. Peserta didik merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Sehingga dalam penerapan blended learning pun analisis karakteristik peserta didik pun menjadi salah satu kunci keberhasilan pembelajaran campuran ini. Beberapa aspek yang perlu di analisis dari peserta didik adalah kemampuan untuk belajar mandiri, kemampuan siswa untuk mengoperasikan perangkat teknologi. Karakteristik yang meliputi usia dan kematangan, skill dan kemampuan, akan memepengaruhi implementasi model pembelajaran. Beberapa indikator analisis ini sebetulnya sudah dapat di identifikasi oleh guru sendiri selama pembelajaran sebelumnya, atau juga bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan orang tua. Hal ini akan berdampak pada model blended learning seperti apa yang akan diterapkan. Tentunya untuk siswa SD kelas rendah berbeda penerapannya dengan siswa SD kelas tinggi. Begitu juga untuk jenjang pendidikan sekolah dasar, sekolah menegah dan sekolah atas juga memiliki model-model tersendiri dalam penerapannya. Sehingga perbedaan ini pun menuntut modifikasi model blended learning yang berbeda-beda.
Analisis kedua yang bisa dilakukan oleh guru/pendidik adalah analisis kurikulum dan materi. Untuk satu semester pembelajaran guru dapat memilih dan menempatkan materi mana yang bisa diajarkan melalaui pembelajaran online dan materi apa saja yang memerlukan pembelajaran tatap muka. Seperti materi yang bersifat konsep harus diajarkan secara langsung sehingga siswa benar-benar paham dan tidak salah tafsiran. Atau materi pembelajaran praktikum yang tidak bisa dilakuakan sendiri oleh siswa tanpa bimbingan guru. Namun tentunya ada juga materi pembelajaran yang masih dapat dipelajari siswa secara mandiri ataupun dengan bantuan orang tua di rumah, seperti materi yang bersifat fakta sehingga dapat diberikan secra virtual. Demikian juga terkait evalausi pembelajaran guru juga dapat menganalisi bentuk-bentuk evalusi yang dapat diberikan secara online dan offline.
Selanjutnya adalah kedudukan pembelajaran online dalam sistem hybrid/blended. Jika pembelajaran full daring menuntut pembelajaran online seratus persen, pada pembelajaran blended, online learning dapat dilaksanakan 30-79% disesuaikan dengan kebutuhan. Pembelajaran online juga dapat difungsikan sebagai pelengkap, pengganti ataupun sebagai tambahan/pengayaan dari pembelajaran tatap muka. Penyelenggaran pembelajaran online tentunya membutuhkan keterampilan guru, peserta didik dan kolaborasi orang tua. Selain itu juga membutuhkan sarana dan prasarana tambahan lainnya seperti koneksi internet, perangkat teknologi/device seperti smartphone ataupun PC dan laptop. Berkaitan dengan pembelajaran online tetunya sekolah ataupun guru membutuhkan platform pembelajaran yang dapat digunakan. Bagi lembaga pendidikan yang memiliki resource dan sumber daya manusia yang memadai dapat membangun platform pembelajaran profesional seperti adanya web e-learning terpadu. Jika pun tidak, sekarang ini begitu banyak platform yang dapat digunakan oleh siapa saja secara gratis dan mudah di pelajari. Beberapa platform yang tersedia cukup sederhana dan user friendly seperti google classroom yang hanya membutuhkan alamat gmail dan edmodo dengan tampilan seperti sosial media facebook. Selain bantuan platform pembelajaran yang lebih terstruktur, pembelajran online dapat juga dibantu komunikasi online lainnya seperti radio pembelajaran, tv edukasi dan pemanfaatan sosial media. Penyelenggaraan online learning memang membutuhkan kondisi ideal untuk dapat terlaksana sesuai harapan. Tapi secara bertahap kita dapat mempersiapkan dan terus berupaya menuju harapan tersebut.
Setelah semua tahap persiapan tersebut barulah pelaksanaan blended learning dapat dilaksankan. Dan tentunya kondisi yang terjadi dilapangan bisa berbeda dengan apa yang diharapkan. Maka langkah yang tidak kalah penting adalah evaluasi yang berkelanjutan. Feedback dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan di masa depan sehingga terciptalah blended learning yang efektif dan berkualitas.
Pembelajaran secara online tentunya juga memiliki keterbatasan namun juga tidak sedikit keunggulan yang ditawarkannya. Mulai dari pemenuhan kompetensi litarasi teknologi sebagai bentuk pembelajaran abad 21, menggali resources yang tidak terbatas, fleksibalitas, efisiensi, dan keunggulan lainnya. Demikian juga halnya dengan pembelajran tatap muka yang sudah biasa kita laksanakan. Memiliki sisi kelemahan dan keunggulan masing-masing. Dunia pendidikan sejatinya harus tetap berintegrasi dengan teknologi jika tidak mau ketinggalan. Pandemi atau pun tidak kita tetap harus terbiasa menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Mempersiapkan generasi yang memiliki literasi teknologi sudah seharusnya di lakukan, karena memang pada zamannya teknologi sudah menjadi kertas dan pena bagi mereka. Tentunya tanpa harus meninggalkan pembelajaran tatap muka yang juga kita butuhkan sebagai salah satu wadah untuk membangun keterampilan sosial, memberikan keteladan langsung, dan membangun karakter. Sehingga dengan dukungan pemerintah baik pusat ataupun daerah, dan bekal kompetensi yang telah dimiliki oleh setiap pendidik pada aspek pedagogis, profesional, kepribadian dan sosial serta kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat, tentunya kita tetap mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas untuk anak bangsa.
Padang, 21 September 2021
Read More..