SahabaT yaNg baiK adaLah oRanG yanG daPaT meNunjuKkan paDa keBenaRan

Jumat, 03 November 2023

Online Learning, Apa dan Bagaimana?

 


Pengajaran dan pembelajaran online adalah pengajaran yang disampaikan melalui Internet. Pengajaran online mencakup interaksi real-time (sinkron) dan asinkron. Pembelajaran online (kadang disebut PJJ) mencakup sejumlah metode pengajaran dengan bantuan komputer. Istilah e-learning (pembelajaran elektronik) dan Web-based instruction (WBI), sering digunakan secara sinonim dengan online learning/instruction namun terdapat perbedaan di antaranya. E-learning mengacu pada penggunaan aplikasi dan proses elektronik apa pun untuk pengajaran, termasuk CBT (pelatihan berbasis komputer), WBI, dan mobile learning. WBI didefinisikan secara khusus sebagai instruksi melalui Internet, Intranet, dan Web saja. WBI dan online learning umumnya digunakan secara bergantian dan didefinisikan sebagai instruksi yang disampaikan melalui media elektronik dengan instruktur dan peserta didik dipisahkan oleh ruang, namun terhubung melalui Internet dan Web.
 

Dua proses paralel terjadi di lingkungan online: Siswa menjadi pembelajar yang lebih aktif dan reflektif. Siswa dan guru terlibat dalam pembelajaran melalui pemanfaatan teknologi dan menjadi lebih akrab dengan teknologi dengan menggunakannya. Pembelajaran online paling efektif bila disampaikan oleh guru yang berpengalaman dalam materi pelajarannya. Cara terbaik untuk menjaga hubungan antara pendidikan online dan nilai-nilai pendidikan tradisional adalah dengan memastikan bahwa pembelajaran online “disampaikan” oleh guru, yang sepenuhnya memenuhi syarat dan tertarik untuk mengajar online dalam lingkungan berbasis web.
 

Jenis Pembelajaran Online
1.Fully online : tidak ada pertemuan tatap muka. Semua materi, penugasan dan sumber belajar diberikan melalui web
2.Blended : ada tatap muka dan ada online, mengurangi waktu tatap muka dikelas sebanyak 15%-85%
3.Web-enhanced / pengajaran yang ditingkatkan melalui web : ketika pembelajar menghadiri kelas sepenuhnya di kampus; namun dilengkapi dengan komponen online yang dikirimkan melalui LMS. Mayoritas aktivitas kelas termasuk diskusi, proyek kolaboratif, atau latihan praktik terjadi di sesi kelas, seperti halnya kuis dan ujian.

Read More..

Kamis, 02 November 2023

Efesiensi Pembelajaran dengan Metode Kelas "Terbalik"


Flip classroom merupakan sebuah model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk memiliki pemahaman sebelum pertemuan di kelas, dan menggunakan waktu tatap muka untuk proses interaksi yang lebih mendalam. Flip classroom merupakan salah satu solusi untuk mempersonalisasikan pembelajaran sehingga lebih sesuai dengan berbagai kebutuhan peserta didik-di antara contohnya yang kesulitan di dalam kelas, yang ketinggalan kelas, yang belum terlibat secara penuh dalam pembelajaran. Personalisai ini sulit dilakukan melalui pembelajaran tradisional-berbasis kelas dengan jumlah siswa yang banyak. Tidak ada satu cara tunggal untuk menerapkan flip classroom. Flip classroom dapat diterapkan dengan cara yang berbeda-beda. Namun yang menjadi penekanan adalah mengubah pandangan pembelajaran yang berpusat kepada guru menjadi menekankan pembelajaran kepada siswa, namun guru tetap memagang peranan penting sebagai fasilitator. Flip classroom juga memungkinkan siswa belajar sesuai kecepatan mereka.
 

Flip pada flip classroom mengacu kepada aktivitas yang dibalik antara aktivitas di kelas dan aktivitas di rumah, dimana pada kelas tradisional, biasanya pada aktivitas kelas guru memberikan materi dengan ceramah, kemudian di rumah siswa diberikan pekerjaan rumah terkait materi yang disampaikan guru di kelas. Pada flip classroom aktivitas tersebut dibalik, dimana siswa mempelajari materi melalui media yang disediakan guru, dapat berupa video yang menjelaskan materi-yang biasanya dilakukan di dalam kelas, dan pada pertemuan kelas siswa dan guru berdiskusi lebih dalam mengenai konsep-konsep yang belum dipahami siswa, berdiskusi, atau menerapkan keterampilan dari materi yang dipelajari di rumah dengan bimbingan guru.
 

Penting juga bagi guru untuk membimbing siswa bagaiman cara memahami video tersebut (menghindari distraksi, mencatat intisari, mengajukan pertanyaan dari penjelasan) agar mereka mampu memberikan pertanyaan yang relavan ketika di dalam kelas. Setelah diskusi mengenai video yang mereka pelajari, guru dapat memberikan penguatan, meluruskan konsep-konsep yang keliru dan selanjutnya aktivitas kelas dapat lebih mendalam, seperti praktikum di labor, pemecahan masalah, ujian, dan aktivitas lainnya. Flip classroom dapat mengefisienkan waktu guru dan mendorong peran aktif siswa sebagai seorang pembelajar yang harus bertanggungjawab atas pembelajaran mereka.

Read More..

Mengapa Cara Pengajaran di Abad 21 Perlu diubah?


Mengapa cara pembelajaran berbeda di abad 21?

Dampak TIK pada setiap aspek masyarakat begitu signifikan sehingga dapat dianggap sebagai revolusi ketiga setelah penemuan alat tulis dan kemudian penemuan mesin cetak. Bahkan timbul pertanyaan apakah pada dekade kedua abad ke-21 ini kita berada di ambang revolusi keempat. Setiap anak yang lahir sejak awal abad ini tumbuh di dunia digital. Mereka yang lahir pada awal abad ini, yaitu pada usia pertengahan sekolah dasar, dijuluki sebagai “generasi Net” atau, lebih deskriptifnya, “digital native” (Prensky, 2001). Dunia mereka adalah televisi, pesan teks, telepon kamera, iPod, MP3, dan video game interaktif. Mereka dapat menonton televisi, mendengarkan iPod, mengirim pesan teks, dan bekerja online – semuanya pada saat yang bersamaan. Saat mengobrol online dengan teman, mereka menggunakan bentuk steno yang mereka buat sendiri seperti WBU (bagaimana denganmu), BRB (segera kembali), IRL (dalam kehidupan nyata), NP (tidak masalah), dan ROFL (bergulir di lantai sambil tertawa). Orang tua dari anak-anak modern ini, yang lahir pada abad terakhir, diberi label oleh Prensky (2001), berbeda dengan anak-anak mereka, “imigran digital”. Karena mereka tidak dibesarkan di era digital, orang tua sering kali dibuat bingung dengan bahasa baru dan tidak dapat memahami bagaimana putra dan putri mereka terlihat melakukan banyak tugas sambil mengerjakan pekerjaan rumah.
 

Perbedaan antara pandangan orang tua yang lahir pada abad terakhir dan pandangan anak-anak mereka yang lahir pada abad ini menunjukkan adanya kesenjangan digital yang lebih jauh (yang tidak dibahas dalam Bab 2). Karena TIK memungkinkan pelajar untuk terlibat, berkomunikasi, dan berhubungan satu sama lain dengan cara yang berbeda, generasi digital saat ini sebagai siswa sering kali merasa terputus dari praktik pengajaran tradisional di sekolah yang tidak banyak berubah dibandingkan masa lalu. Kecuali pendekatan pembelajaran yang sudah ketinggalan zaman berubah, potensi penuh dari TIK tidak akan terwujud: TIK akan menjadi sebuah tambahan yang mahal.
 

Bukti bahwa siswa merasa terputus berasal dari siswa itu sendiri dan apa yang mereka katakan. Misalnya, analisis kebutuhan siswa yang terdaftar dalam kursus kemahiran bahasa Inggris di sebuah universitas di Malaysia melaporkan bahwa jenis teks yang merupakan bagian rutin dari kehidupan siswa adalah multi-modal yang terdiri dari televisi, radio, komputer, laptop, netbook, telepon selular, dan sebagainya. telepon dan pemutar MP3 (Nallaya, 2010). Di sisi lain, analisis mendalam terhadap wawancara mahasiswa dan tanggapan tertulis tentang mata kuliah yang diikuti mengungkapkan bahwa mata kuliah tersebut sangat didominasi media cetak. Siswa merasa bahwa guru mereka seharusnya tidak hanya menggunakan lebih banyak teks multimodal tetapi juga menggabungkan berbagai metode pengajaran.
 

Para siswa menggunakan teknologi dan teks multi-modal untuk rekreasi, hiburan, komunikasi serta pembelajaran. Peserta studi penelitian ini berpandangan bahwa teks multi-modal berkontribusi terhadap pengembangan kemahiran bahasa Inggris dan berencana untuk menggunakannya di masa depan. Para peserta juga menambahkan bahwa mereka lebih memilih multi-modal untuk mencetak teks karena mencakup semua informasi yang mereka butuhkan dan mudah dipahami. Para peserta menekankan bahwa guru mereka saat ini tidak menggunakan teks multi-modal untuk mengajar. Mereka menekankan bahwa teks multi-modal harus digunakan dalam proses belajar mengajar. (Nallaya, 2010, hal. 170). Kesimpulannya sangat mengejutkan: cara mengajar perlu diubah karena pelajar berubah seiring dengan pertumbuhan mereka di dunia digital.

Postingan ini merupakan Ringkasan Chapter ke 3 buku ICT Transforming Education Jonathan Anderson 2010

Read More..

Rabu, 01 November 2023

Pedagogi Digital: Kunci Sukses Aplikasi TIK dalam Pembelajaran

Buku Digital Prdagogy
Penggunaan teknologi di anggat penting untuk reformasi pendidikan. Bahkan jauh sebelum era digital, penggunaan teknolodi dasar sudah banyak digunakan. Demikian pentingnya teknologi dalam pendidikan, digitalisasi dinyatakan sebagai masa depan pendidikan, dan ketika pengajar tidak menggunakan teknologi digital di dalam proses pengajarannya, hal tersebut dapat dipandang sebagai metodologi pengajaran yang tidak bertanggung jawab. Namun mengintegrasikan teknologi bukan hal yang tanpa perencanaa. Mengintegrasikan teknologi digital ke dalam proses pendidikan memerlukan pendekatan pedagogi. Yang berikutnya akan disebut dengan pedagogi digital.

 

Meskipun pedagogi digital sebagai sebuah disiplin ilmu masih relative muda, namun sudah banyak definisi-defenisi terkait pedagogi digital. Beberapa di antara :
1. Disiplin ilmu yang menggunakan teknologi digital untuk mengajar (Howell, 2012)
2.Penggunaan elemen elektronik untuk meningkatkan atau mengubah pengalaman pendidikan (Croxall, 2012)
3.Istilah “digital” dalam “humaniora digital” dan “pedagogi digital” “tidak merujuk pada teknologi, melainkan lebih mengacu pada komunitas yang dihasilkan dan difasilitasi oleh teknologi” (Hunter dkk, 2012)
4.Pedagogi Digital sebenarnya bukan tentang penggunaan teknologi digital untuk pengajaran, melainkan tentang pendekatan terhadap alat-alat tersebut dari perspektif pedagogi kritis. Jadi, yang terpenting adalah menggunakan alat-alat digital secara bijaksana dan memutuskan kapan tidak akan menggunakan alat-alat digital, dan memperhatikan dampak alat-alat digital terhadap pembelajaran. (Rousseau, 2022)
 

Dari beberapa pendapat diats pedagogi digital dapat dipandang sebagai disiplin akademis yang berkaitan dengan metode penggunaan teknologi digital dalam proses pendidikan. Dengan pendekatan pegago ini pembelajaran yang terintegrasi digital akan mampu mengantarkan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman bekajar yang relevan, dan memperoleh kemampuan, kompetensi dan pengetahuan yang diperlukan. Pedagogi ini akan mengantarkan guru untuk sukses dalam mengajar berbantu teknologi digital. Pedagogy digital sering digunakan secara abergantian dengan pedagogi online dan elearning. Namun cakupan pedagogi online lebih luas, karena bisa duterapkan dalam pembelajan online, hybrid ataupun pembelajaran tatap muka yang berbantu atau bermedia teknologi.
 

Pedagogi digital berkaitan dengan berbagai variabel yang berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran dalam proses pendidikan yang dimediasi teknologi, seperti sikap dan motivasi untuk mengadopsi dan menggunakan teknologi maju; literasi digital dan kompetensi digital pengajar dan peserta didik; Sumber Daya Pendidikan Terbuka (OER); keterlibatan siswa; pendidikan multikultural; privasi dan perlindungan data pribadi; hambatan keberhasilan penggunaan teknologi; dan berbagai strategi belajar mengajar
Demikian pula, pengembangan budaya informasi adalah salah satu tugas terpenting sistem pendidikan saat ini (Bilyalova et al., 2020). Mereka harus menjalani transformasi digital secara ekstensif untuk memenuhi kebutuhan siswa saat ini, dan mempersiapkan mereka menghadapi dunia digital yang akan mereka hadapi di masa depan (Iivari et al., 2020). Selain itu, transformasi digital pada institusi pendidikan tinggi sangat penting bagi keberhasilan mereka di masa depan (Šereš et al., 2018) dan dapat berkontribusi dalam menarik dan mempertahankan mahasiswa. Oleh karena itu, untuk memastikan keberhasilan transformasi digital, perlu dikembangkan kebijakan yang tepat yang mencakup transformasi digital pada pengelolaan kelembagaan, administrasi, kurikulum, proses belajar mengajar. Oleh karena itu, transformasi digital memerlukan perubahan menyeluruh pada model kelembagaan (García-Peñalvo, 2021).Teknologi digital perlu diintegrasikan ke dalam seluruh operasional sekolah, dan semua proses perlu diubah (Abad-Segura et al., 2020). Menumbuhkan kompetensi digital guru, manajer sekolah, dan administrator adalah kunci untuk memungkinkan keberhasilan transformasi digital, dan pelatihan pra-jabatan dan dalam jabatan merupakan faktor penting dalam keberhasilan.
 

Demikian pula, kurikulum harus memasukkan pengembangan sikap positif dan kompetensi digital yang diperlukan untuk penggunaan teknologi digital secara efektif dalam proses pendidikan. Karena kompetensi digital adalah kompetensi inti di era digital, kurikulum harus mencakup strategi pengajaran untuk mengembangkan kompetensi ini pada siswa guna mempersiapkan mereka menghadapi masa depan digital. Di antara banyak kelemahan lainnya, kesenjangan digital menghambat siswa dalam mengembangkan literasi digital dan kompetensi inti yang diperlukan untuk transformasi digital dalam sistem pendidikan. 


Postingan di atas merupakan ringkasan dari Chapter 1 Buku Digital Pedagogy Senad Becirovid 2023

Read More..

Faktor Penentu Keberhasilan E-Learning di Negara Berkembang

Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menciptakan peluang baru bagi dunia pendidikan, khususnya dalam konteks e-learning. E-learning sebagai pendekatan inovatif dalam pembelajaran telah dibuktikan memberikan banyak manfaat bagi berbgai stakeholder. Bagi pelajar penggunaan elearning dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap informasi, penyampaian konten yang lebih baik, pembelajaran yang dipersonalisasi, standarisasi konten, akuntabilitas, ketersediaan sesuai permintaan, mendukung kecepatan belajar mandiri, interaktivitas, kepercayaan diri, dan peningkatan kenyamanan. Bagi pengajar e-learning mengurangi biaya, memungkinkan penyampaian konten yang konsisten, dan meningkatkan pelacakan terhadap kemajuan pembelajaran. E-learning juga mengurangi biaya ruang kelas dan fasilitas, biaya pelatihan, biaya perjalanan, biaya bahan cetak, dan biaya tenaga kerja. Kesimpulannya e-learning memiliki potensi besar dan dapat mengurangi biaya dibandingkan dengan lingkungan kelas tradisional setelah pengembangan awal.
 

Terlepas dari manfaat-manfaat tersebut, e-learning memiliki tingkat putus sekolah yang lebih tinggi dibandingkan pengajaran yang disampaikan secara tradisional. Khususnya di negara-negara berkembang, penggunaan e-learning memiliki tantangan yang unik dibandingkan negara-negara maju. Kendala dalam infrastruktur, sumber daya, akses informasi, karakteristik pribadi, dukungan dari institusi, teknologi dan konektivitas, desain pembelajaran dan kepercayaan diri terhadap teknologi menjadi hambatan dalam implementasi elearning. Integrasi teknologi dalam pendidikan di negara-negara berkembang masih tertinggal karena masalah budaya, politik, dan ekonomi. Tujuan e-learning di negara-negara berkembang adalah untuk memberikan pendidikan dasar kepada sejumlah besar siswa miskin. Hal ini sangat berbeda dengan tujuan e-learning di negara-negara maju, yang bertujuan untuk mengembangkan ekonomi pengetahuan yang efektif dan meningkatkan pendidikan seumur hidup. Meskipun ada tantangan-tantangan ini, peluang masih ada untuk meningkatkan efektivitas dan keberhasilan e-learning.
 

Penelitian ini fokus untuk mengklasifikasikan dan memprioritaskan faktor-faktor penentu keberhasilan (CSF) untuk implementasi e-learning di negara-negara berkembang ditinjau dari perspektif dua stakeholder yaitunya ahli TIK dan pengajar. Enam dimensi dalam CFS ini adalah karakteristik peserta didik, karakteristik instruktur, kualitas institusi dan layanan, kualitas infrastruktur dan sistem, kualitas kursus dan informasi, dan motivasi ekstrinsik. Karakteristik peserta didik adalah dimensi yang paling penting menurut pendapat para ahli TIK. Sementara menurut pendapat pengajar kualitas infrastruktur dan sistem merupakan dimensi yang paling penting.
 

Hasil penelitian juga mengungkapkan setidaknya terdapat 20 faktor penting bagi keberhasilan e-learning di negara-negara berkembang baik dari sudut pandang pakar TIK ataupun perspektif pengajar fakultas. Lima faktor penting teratas menurut pakar TIK adalah pelatihan komputer, persepsi kegunaan, sikap terhadap e-learning, efikasi diri, dan fleksibilitas program. Sementara dari perspektif fakultas lima faktor yang paling penting adalah kegunaan yang dirasakan, sikap terhadap e-learning, fleksibilitas program, arah yang jelas, dan kualitas kursus/pembelajaran.
 

Postingan di atas merupakan Ringkasan Artikel Critical success factors for e-learning in developing countries: A comparative analysis between ICT experts and faculty oleh Wannasiri Bhuasiri dkk 2012

Read More..

Jumat, 03 September 2021

Blended Learning: Alternatif Pembelajaran di Masa Pandemi

Pembelajaran online telah menjadi salah satu komponen penting yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan. Tingkat penggunaan pembelajaran online meningkat drastis setelah wabah pandemi mengharuskan pembelajaran tatap muka dihentikan sementara. Berbagai lembaga pendidikan akhirnya terpaksa berpindah ke pembelajaran online. Tahun ajaran baru sudah di mulai dari beberapa minggu yang lalu hampir untuk semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Untuk semester Ganjil 2021/2022 ini, pelaksanaan pembelajaran bersifat dinamis mengacu kepada kondisi di masing-masing wilayah serta keputusan pemerintah pusat melalui SKB empat mentri yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur mekanisme pembelajaran di daerah masing-masing dengan tetap mengikuti beberapa standar sebagai pertimbangan pengambilan keputusan. Sehingga untuk tahun ajaran ini berapa wilayah sudah dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka muka secara terbatas dan sebagian lainnya masih harus melaksnakan pembelajaran jarak jauh.Merespon keadaan ini, lembaga pendidikan (sekolah/perguruan tinggi) benar-benar dituntut untuk kembali berjibaku, memberikan layanan yang berkualitas di tengah kondisi ini. Salah satu model yang dapat diterapkan oleh lembaga pendidikan dan juga ditawarkan oleh kementrian pendidikan adalah dengan penerapan model pembelajaran campuran atau dikenal dengan blended learning. Model pembelajaran ini belakangan menjadi populer di lingkungan pendidikan. Blended learning merupakan model pembelajaran yang memadukan antara pertemuan tatap muka dan pembelajaran virtual melalui integrasi teknologi (Garison and Randy, 2008). 

Sepintas terlihat penawaran model pembelajaran ini adalah sebuah hal yang menarik. Bagaimana tidak? Ini adalah salah satu cara yang dipandang efektif untuk mengatasi permasalahan yang tengah kita hadapi bersama. Dan memang secara teoritis, model pembelajaran ini dapat menjadi salah satu solusi yang tepat untuk permasalahan dunia pendidikan saat ini dimana dengan penerapannya memberikan kesempatan agar proses belajar mengajar tetap dapat berlangsung ditengah pandemi. Namun di sisi lain, pada praktiknya, tentunya pelaksanaan pembelajaran ini tidak bisa dimplementasikan secara adakadabra. Seperti komponen pembelajaran lainnya, penerapan sebuah model pembelajaran membutuhkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelumnya. Jika diterapkan begitu saja, maka yang akan terasa justru sebaliknya, proses pembelajaran yang melelahkan, menyusahkan, dan akhirnya ditinggalkan.


Sayangnya pandemi kemudian datang tanpa terduga. Semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan di tuntut harus berubah cara, beradaptasi dengan kondisi yang ada. Secara terpaksa jalur pembelajaran harus berubah dari offline ke pembelajaran virtual. Suka tidak suka pertemuan tatap muka harus ditiadakan. Dan sayangnya lagi, sebagian besar dunia pendidikan kita belum siap untuk langsung merespon dan bertransformasi dengan cepat. Walaupun teknologi sudah sangat melekat pada kehidupan sehari-hari, sepertinya tersedianya berbagai platform aplikasi yang mempermudah kehidupan manusia seperti aplikasi transportasi online, reservasi online, ataupun belanja online, namun implementasinya dalam dunia pendidikan khususnya proses pembelajaran tidak sepopuler aspek-aspek tersebut. Bahkan jika kita ingat bersama, ketika terjadi perubahan kurikulum 2013 yang menghilangkan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai sebuah mata pelajaran di sekolah juga didasari karena teknologi dapat diimplementasikan ke semua subyek pembelajaran. Dan berbagai teori serta penelitian menemukan bahwa penting untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran. Namun implementasi tersebut dengan berbagai kondisi dan tantangan di lapangan, belum banyak terlaksana secara maksimal. Sehingga ketika pembelajaran terpaksa harus berubah kita belum siap untuk itu. Bebrepa waktu pembelajaran full daring berjalan, ibarat seleksi alam, ada yang mampu bertahan dan tidak sedikit yang kewalahan. Berbagai berita dampak buruk dari perubahan ini pun mulai mencuat dimana-mana, baik dari sisi pendidik, peserta didik ataupun orang tua. Mulai dari adanya learning loss, frustasi, angka putus sekolah, hingga isu kekerasan anak di rumah. Tidak sedikit pihak yang menginginkan lembaga pendidikan kembali di buka. Hingga akhirnya, pemerintah merespon melalui Surat Keputusan Bersama 4 mentri yang mengizinkan pembelajaran tatap muka diatur sedemikan oleh masing-masing pemerintah daerah dengan protokol kesehatan yang ketat. Dan kemudian, menyarankan pembelajaran dilaksanakan dengan sistem blended. 


Memang, di satu sisi, segala dampak buruk tersebut dapat kita pahami sebagai akibat pembelajaran yang tiba-tiba berubah. Namun tentunya tidak membiarkan kondisi tersebut terus terjadi. Setelah melewati beberapa waktu tentunya sudah banyak pengalaman yang diperoleh. Sudah lebih banyak waktu untuk mempersiapkan pembelajaran di tengah pandemi. Karena kita tidak bisa terus menunggu kondisi segera pulih dan berharap pembelajaran bisa kembali seperti masa sebelumnya. Sudah seharusnya kita belajar dari pengalaman dan memaksimalkan segala usaha, mengoptimalkan segala potensi dan tetap memberikan layanan pendidikan yang berkualitas. Pembeljaran harus tetap berjalan, salah satu alternatifnya melaksanakan pembelajaran hybrid/blended. 


Pada dasarnya, blended learning dapat diterapkan di semua jenjang pendidikan, dengan cara dan mekanisme yang berbeda. Hal yang sangat tidak bijak tentunya, jika mengimplementasikan model pembelajaran dengan cara yang sama untuk jenjang dan tingkat pendidikan yang berbeda. Untuk itu, setidaknya pelaksanaan model ini harus diterapkan dengan tiga tahap, perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan. Sebelum menerapkan blended learning pendidik dapat melakukan beberapa analisis terlebih dahulu. Beberapa di antaranya adalah: pertama analisis peserta didik. Peserta didik merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Sehingga dalam penerapan blended learning pun analisis karakteristik peserta didik pun menjadi salah satu kunci keberhasilan pembelajaran campuran ini. Beberapa aspek yang perlu di analisis dari peserta didik adalah kemampuan untuk belajar mandiri, kemampuan siswa untuk mengoperasikan perangkat teknologi. Karakteristik yang meliputi usia dan kematangan, skill dan kemampuan, akan memepengaruhi implementasi model pembelajaran. Beberapa indikator analisis ini sebetulnya sudah dapat di identifikasi oleh guru sendiri selama pembelajaran sebelumnya, atau juga bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan orang tua. Hal ini akan berdampak pada model blended learning seperti apa yang akan diterapkan. Tentunya untuk siswa SD kelas rendah berbeda penerapannya dengan siswa SD kelas tinggi. Begitu juga untuk jenjang pendidikan sekolah dasar, sekolah menegah dan sekolah atas juga memiliki model-model tersendiri dalam penerapannya. Sehingga perbedaan ini pun menuntut modifikasi model blended learning yang berbeda-beda. 


Analisis kedua yang bisa dilakukan oleh guru/pendidik adalah analisis kurikulum dan materi. Untuk satu semester pembelajaran guru dapat memilih dan menempatkan materi mana yang bisa diajarkan melalaui pembelajaran online dan materi apa saja yang memerlukan pembelajaran tatap muka. Seperti materi yang bersifat konsep harus diajarkan secara langsung sehingga siswa benar-benar paham dan tidak salah tafsiran. Atau materi pembelajaran praktikum yang tidak bisa dilakuakan sendiri oleh siswa tanpa bimbingan guru. Namun tentunya ada juga materi pembelajaran yang masih dapat dipelajari siswa secara mandiri ataupun dengan bantuan orang tua di rumah, seperti materi yang bersifat fakta sehingga dapat diberikan secra virtual. Demikian juga terkait evalausi pembelajaran guru juga dapat menganalisi bentuk-bentuk evalusi yang dapat diberikan secara online dan offline. 


Selanjutnya adalah kedudukan pembelajaran online dalam sistem hybrid/blended. Jika pembelajaran full daring menuntut pembelajaran online seratus persen, pada pembelajaran blended, online learning dapat dilaksanakan 30-79% disesuaikan dengan kebutuhan. Pembelajaran online juga dapat difungsikan sebagai pelengkap, pengganti ataupun sebagai tambahan/pengayaan dari pembelajaran tatap muka. Penyelenggaran pembelajaran online tentunya membutuhkan keterampilan guru, peserta didik dan kolaborasi orang tua. Selain itu juga membutuhkan sarana dan prasarana tambahan lainnya seperti koneksi internet, perangkat teknologi/device seperti smartphone ataupun PC dan laptop. Berkaitan dengan pembelajaran online tetunya sekolah ataupun guru membutuhkan platform pembelajaran yang dapat digunakan. Bagi lembaga pendidikan yang memiliki resource dan sumber daya manusia yang memadai dapat membangun platform pembelajaran profesional seperti adanya web e-learning terpadu. Jika pun tidak, sekarang ini begitu banyak platform yang dapat digunakan oleh siapa saja secara gratis dan mudah di pelajari. Beberapa platform yang tersedia cukup sederhana dan user friendly seperti google classroom yang hanya membutuhkan alamat gmail dan edmodo dengan tampilan seperti sosial media facebook. Selain bantuan platform pembelajaran yang lebih terstruktur, pembelajran online dapat juga dibantu komunikasi online lainnya seperti radio pembelajaran, tv edukasi dan pemanfaatan sosial media. Penyelenggaraan online learning memang membutuhkan kondisi ideal untuk dapat terlaksana sesuai harapan. Tapi secara bertahap kita dapat mempersiapkan dan terus berupaya menuju harapan tersebut. 


Setelah semua tahap persiapan tersebut barulah pelaksanaan blended learning dapat dilaksankan. Dan tentunya kondisi yang terjadi dilapangan bisa berbeda dengan apa yang diharapkan. Maka langkah yang tidak kalah penting adalah evaluasi yang berkelanjutan. Feedback dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan di masa depan sehingga terciptalah blended learning yang efektif dan berkualitas. 


Pembelajaran secara online tentunya juga memiliki keterbatasan namun juga tidak sedikit keunggulan yang ditawarkannya. Mulai dari pemenuhan kompetensi litarasi teknologi sebagai bentuk pembelajaran abad 21, menggali resources yang tidak terbatas, fleksibalitas, efisiensi, dan keunggulan lainnya. Demikian juga halnya dengan pembelajran tatap muka yang sudah biasa kita laksanakan. Memiliki sisi kelemahan dan keunggulan masing-masing. Dunia pendidikan sejatinya harus tetap berintegrasi dengan teknologi jika tidak mau ketinggalan. Pandemi atau pun tidak kita tetap harus terbiasa menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Mempersiapkan generasi yang memiliki literasi teknologi sudah seharusnya di lakukan, karena memang pada zamannya teknologi sudah menjadi kertas dan pena bagi mereka. Tentunya tanpa harus meninggalkan pembelajaran tatap muka yang juga kita butuhkan sebagai salah satu wadah untuk membangun keterampilan sosial, memberikan keteladan langsung, dan membangun karakter. Sehingga dengan dukungan pemerintah baik pusat ataupun daerah, dan bekal kompetensi yang telah dimiliki oleh setiap pendidik pada aspek pedagogis, profesional, kepribadian dan sosial serta kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat, tentunya kita tetap mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas untuk anak bangsa. 

Padang, 21 September 2021

Read More..

Minggu, 10 Januari 2016

The Part Of Speech

Definisi part of speech

a. Parts of Speech dalam bahasa Inggris berarti jenis-jenis kata atau kelas-kelas kata.
Disebut parts of speech – bagian-bagian dari ucapan atau bagian-bagian kalimat (ingat, pada dasarnya kalimat dalam bahasa adalah kalimat yang diucapkan, bukan dituliskan) – karena kata-kata ini merupakan suatu sistem yang diperlukan untuk membentuk sebuah kalimat, tanpa melihat apa tugas atau fungsinya masing-masing. Jadi, kata-kata itu merupakan “bahan dasar” di dalam sebuah “bangunan” kalimat, bukan “fungsi” kata di dalam kalimat. Mengapa demikian? Karena sebuah kata bisa mempunyai beberapa (lebih dari satu) fungsi dalam kalimat b. A traditional term for the categories into which words are classified according to their functions in sentences ( Sebuah istilah tradisional untuk kategori ke dalam kata-kata yang diklasifikasikan menurut fungsi mereka dalam kalimat ).
c. A linguistic category of words (or more precisely lexical items), which is generally defined by the syntactic or morphological behaviour of the lexical item in question
( kategori linguistic kata ( atau lebih tepatnya item leksikal ) yang umumnya didifinisikan oleh sintaksis atau morfologi perilaku item leksikal tersebut ) .

d. The parts of speech explains the ways words can be used in various contexts. Every word in the English language functions as at least one part of speech; many words can serve, at different times, as two or more parts of speech, depending on the context.

e. A classification of words according to how they are used in a sentence and the types of ideas they convey.( Sebuah klasifikasi kata-kata menurut bagaimana mereka digunakan dalam kalimat dan jenis ide yang mereka sampaikan).

Jadi, berdasarkan beberapa definisi di atas part of speech secara sederhana adalah kelompok kata-kata tertentu yang terbagi berdasarkan fungsi penggunaannya pada kalimat.

 

The part of speech :
1.      Noun A word or phrase that names a person, place, thing, quality, or act (Fred, New York, table, beauty, execution ). A noun may be used as the subject of a verb, the object of a verb, an identifying noun, the object of a preposition, or an appositive (an explanatory phrase coupled with a subject or object ).
2.     Verb A word or phrase that expresses action, existence, or occurrence (throw, be, happen ). Verbs can be transitive, requiring an object (her in I met her ), or intransitive, requiring only a subject (The sun rises ). Some verbs, like feel , are both transitive (Feel the fabric ) and intransitive (I feel cold , in which cold is an adjective and not an object).
3.     Adjective A word or combination of words that modifies a noun (blue-green, central, half-baked, temporary ).
4.     Adverb A word that modifies a verb, an adjective, or another adverb (slowly, obstinately, much ).
5.     Conjunction A word that connects other words, phrases, or sentences (and, but, or, because ).
6.     Interjection A word, phrase, or sound used as an exclamation and capable of standing by itself (oh, Lord, damn, my goodness ).
7.      Preposition A word or phrase that shows the relationship of a noun to another noun (at, by, in, to, from, with )

8.     Pronoun A word that substitutes for a noun and refers to a person, place, thing, idea, or act that was mentioned previously or that can be inferred from the context of the sentence (he, she, it, that ).
Read More..